Naga Dina dan Arah Keberuntungan: Menentukan Hari Baik dalam Tradisi Primbon Jawa

Rate this post

Dalam filsafat Jawa, segala aktivitas besar—mulai dari perjalanan (lelungaan), pernikahan, hingga memulai usaha—harus selaras dengan energi alam semesta. Salah satu cara utama untuk mencapai keselarasan ini adalah dengan memahami konsep Naga Dina dan Arah Keberuntungan yang termaktub dalam Primbon Jawa. Konsep ini mengajarkan bahwa energi negatif, yang dilambangkan sebagai “Kepala Naga,” bersemayam di arah mata angin tertentu pada hari-hari tertentu. Menghindari arah tersebut saat melakukan perjalanan atau memulai hajat penting diyakini akan mendatangkan keselamatan dan keberhasilan.

I. Mengenal Konsep Naga Dina: Kepala Energi Negatif

Secara harfiah, Naga Dina berarti “Naga Hari” atau “Ular Hari.” Naga ini adalah representasi dari energi negatif atau halangan (bala atau sial) yang bergerak sesuai siklus Saptawara (tujuh hari). Dalam Primbon Jawa, Naga Dina digambarkan sebagai kepala makhluk mistis yang harus dihindari arahnya.

Konsep ini didasarkan pada siklus perputaran tiga hari, yang dikenal sebagai Triwara, yaitu:

  1. Gajah: Melambangkan kekuatan dan kebesaran.
  2. Sama: Melambangkan kesamaan atau keseimbangan.
  3. Byu: Melambangkan perubahan atau nasib.

Namun, dalam praktik penentuan arah keberuntungan, perhitungan yang lebih populer dan sering digunakan adalah siklus tujuh hari (Saptawara) dan siklus lima hari (Pancawara) yang menghasilkan patokan arah Naga Dina untuk setiap hari dalam seminggu.

II. Perhitungan Naga Dina Berdasarkan Hari (Saptawara)

Arah Naga Dina berputar setiap beberapa hari. Mengetahui arah bersemayamnya Kepala Naga sangat penting untuk menentukan arah mana yang sebaiknya dihindari ketika seseorang hendak bepergian jauh atau memulai suatu hajat besar.

Hari (Dina)Arah Naga Dina Bersemayam (Arah yang Dihindari)Keterangan Praktis
MingguBarat Daya, Selatan, Timur LautDihindari Bepergian ke Arah Tersebut
SeninBarat, Barat Daya, SelatanDihindari Bepergian ke Arah Tersebut
SelasaBarat, Utara, Timur LautDihindari Bepergian ke Arah Tersebut
RabuUtara, Timur Laut, TenggaraDihindari Bepergian ke Arah Tersebut
KamisTimur Laut, Tenggara, Barat DayaDihindari Bepergian ke Arah Tersebut
JumatTimur, Selatan, Barat DayaDihindari Bepergian ke Arah Tersebut
SabtuTenggara, Barat, UtaraDihindari Bepergian ke Arah Tersebut

Aturan Emas:

Ketika hendak bepergian, seseorang harus mengambil arah yang berlawanan atau yang netral dari posisi Kepala Naga. Jika tujuan perjalanan memang berada di arah Kepala Naga, disarankan untuk mencari “jalan memutar” dengan mengambil arah awal yang berlawanan dari Naga Dina.

Contoh: Jika hari itu adalah Minggu, Kepala Naga berada di Selatan. Jika seseorang harus bepergian ke Selatan, ia sebaiknya memulai perjalanan ke Utara dulu sebelum berbelok ke Selatan.

III. Menentukan Arah Keberuntungan (Arah Rezeki)

Berbeda dengan Naga Dina yang menunjukkan arah yang harus dihindari (pantangan), konsep Arah Keberuntungan menunjukkan arah mata angin di mana energi positif atau rezeki seseorang sedang mengalir deras. Arah ini ditentukan berdasarkan Pasaran (Pancawara) dari weton kelahiran individu.

A. Empat Penjuru Mata Angin dan Pasaran

Dalam filsafat Jawa, empat pasaran (Pancawara) dikaitkan dengan empat penjuru mata angin utama:

  1. Timur: Legi
  2. Selatan: Pahing
  3. Barat: Pon
  4. Utara: Wage

Pasaran Kliwon dianggap sebagai pancer atau pusat, yang mencakup semua arah dan sering kali diabaikan dalam perhitungan arah rezeki ini.

B. Menentukan Arah Rezeki Berdasarkan Pasaran Kelahiran

Arah rezeki seseorang diyakini sama dengan arah Pasaran kelahirannya, serta arah yang berlawanan.

Pasaran KelahiranArah Rezeki Utama (Utama yang Dicari)
LegiTimur dan Barat
PahingSelatan dan Utara
PonBarat dan Timur
WageUtara dan Selatan
KliwonSemua Arah (Pancer—Pusat)

Implikasi Praktis:

  1. Pendirian Usaha: Jika seseorang lahir dengan Pasaran Legi, ia dianjurkan mendirikan tempat usaha atau membuka toko dengan menghadap ke Timur atau Barat, atau di lokasi yang berada di sisi Timur atau Barat dari tempat tinggalnya.
  2. Mencari Pekerjaan/Rezeki: Saat hendak mencari pekerjaan, menemui mitra bisnis, atau berdagang, disarankan untuk mengarahkan perjalanan awal atau lokasi pertemuan menuju Arah Keberuntungan berdasarkan pasarannya.

IV. Menggabungkan Weton, Naga Dina, dan Rezeki

Untuk mendapatkan hari baik yang sempurna (dina ayu), seseorang harus melakukan sinkronisasi antara ketiga elemen Primbon:

  1. Weton (Neptu): Menghitung neptu individu dan tujuan (hajat) untuk memastikan kecocokan dan potensi keberhasilan.
  2. Naga Dina: Memastikan arah perjalanan atau lokasi hajat tidak bertepatan dengan posisi Kepala Naga.
  3. Arah Rezeki: Memastikan kegiatan (terutama yang terkait materi) diarahkan menuju Arah Keberuntungan berdasarkan pasaran kelahiran.

Contoh Kasus: Pernikahan

Jika calon pengantin harus menjemput jodoh (melakukan perjalanan), atau menentukan lokasi pernikahan:

  • Cari hari yang neptu totalnya jatuh pada kategori baik (Jodoh atau Pesthi).
  • Pastikan hari tersebut tidak memiliki Naga Dina yang mengarah langsung ke lokasi calon pengantin (untuk menjemput) atau lokasi upacara (untuk hajat).
  • Jika salah satu calon pengantin akan membuka usaha setelah menikah, lokasi usaha sebaiknya disesuaikan dengan Arah Rezeki pasaran kelahirannya.

Dengan demikian, Primbon Jawa tidak hanya menawarkan ramalan, tetapi juga panduan etika dan spiritual untuk berinteraksi dengan energi alam. Konsep Naga Dina berfungsi sebagai pengingat untuk berhati-hati dan rendah hati terhadap potensi halangan, sementara Arah Keberuntungan berfungsi sebagai penuntun optimisme menuju rezeki dan keselamatan. Keseimbangan antara menghindari bahaya dan mengejar berkah inilah yang menjadi inti dari tradisi menentukan hari baik Jawa.

Share this content: